KEMISKINAN DAN AROGANSI PENGUASA
KEMISKINAN
DAN AROGANSI PENGUASA
Aku termenung meyaksikan gadis kecil
berpetualang. Seperti seorang tawanan yang akan menghadapi hukuman pancung. Dia
berlari menghindari mobil yang hilir mudik di jalan protokol. Bagaikan seorang
prajurit yang membawa senapan, yang menghindari tembakan dari musuh dan
berusaha menumpahkan darah dari lawan.
Tapi gadis kecil itu berbeda, ia
membawa sebuah kerincing kecil, menghindari mobil dan berusaha menumpahkan
sedikit uang receh dari para sopir dan penumpang. Sambil termenung di atas
trotoar di bawah bayang-bayang pohon, menatap jauh dengan sepasang bola mata
yang masih belum terjamah dengan hitamnya dunia, dan di balik kelopak baju yang
lusuh dan berlobang itu serta menghitam bercucuran titik peluh bercampur debu
karena terik mentari yang sangat menyengat. Aku tidak bisa berkutik melihat
seorang gadis kecil yang berusaha hidup dengan konser diperempatan jalan,
melihat raut wajah yang begitu polos dan tetap tersenyum walau dia dihimpit
dengan beban yang terkadang sangat sulit dia terjemahkan demi mengais sedikit
rejeki dan mencari sesuap nasi. Akankah itu kan tetap abadi dan tidak akan
pernah berubah sampai maut menjemputnya?
Kulihat lagi dengan mata ternganga
dan kuping terbuka, gadis kecil itu dihempas kekiri, terbanting ke kanan. Tanpa
disadari dia telah berada jauh di tempat asalnya, kinipun wajahnya telah
berubah. Dia semakin pipih dan tipis bagai sehelai daun demi menjual suaranya
yang serak-serak dan sayup-sayup terdengar untuk mendapatkan recehan. Ku dengar
suara adzan dari sebuah mesjid di dekatku terhempas ke pinggir jalan. Hempasan
terakhir ketika sebuah motor sport yang berkecepatan tinggi menyenggol badan
kecilnya, senggolan yang memberikan efek yang luar biasa bagi posisi dirinya.
Kini, aku tetap diam dalam
persembunyian, mengintip dan menilai. Menyesali bahkan mungkin mencaci tingkah
laku sekelompok mahkluk yang bertitle kan manusia. Mahkluk yang memiliki
miliaran sel yang membentuk jaringan untuk membentuk sebuah organ yang
tergabung dalam suatu sistem yang membuat manusia menjadi spesies yang
sempurna.
Image by: https://finance.detik.com/
Begitulah kira-kira potret beberapa
kehidupan anak yang kurang beruntung yang mencoba bertahan hidup dengan uang
recehan setiap harinya, sadis memang tetapi siapa yang patut dipersalahkan
dalam hal ini. Rasanya tidak etis juga menyalahkan orang tua mereka. Marilah
sama-sama kita lihat kehidupan keluarga mereka dengan mata terbuka dan
telanjang, untuk makan saja dapat sudah syukur apalagi untuk menyekolahkan anak
mereka. Jadi jangan disalahkan baik yang fakir ataupun yang miskin, seperti
yang dikatakan oleh ketua DPR Marzuki Ali bebarapa waktu lalusaat menjadi pembicara dalam
seminar Badan Eksekutif Mahasiswa-Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama se-nusantara
di kampus Unipdu Rejoso, Peterongan, Jombang, Minggu (8/7/2012), Marzuki Alie
mengatakan, “orang miskin itu karena salahnya sendiri, karena dia malas bekerja”.
Kontrovesial memang apa yang diucapkan oleh beliau tetapi beliau lupa bahwa
dalam Undang-Undang dikatakan “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara
oleh negara (UUD 1945 pasal 34 ayat 1). Tapi timbul pertanyaan UUD 1945 pasal
34 ayat 1 tersebut milik siapa? kalau kita lihat dengan logis dalam memaknai
UUD tersebut, sangat bertolak belakang dengan kenyataanya karena sepertinya UUD
1945 pasal 34 ayat 1 itu milik para konglomerat dan para Koruptor yang
jelas-jelas masih dipelihara oleh negara. Sebut saja kasus Century yang tidak
ada ujungnya sampai sekarang, kasus Hambalang yang telah melibatkan beberapa
elit politik dan anggota DPR sehingga munculah istilah “Bos Besar”. Kasus
pengadaan Alqura’an, dan masih banyak lagi kasus-kasus lain yang menunggu tapi
kenyataanya yang ditangkap masih ikan terinya, sedangkan ikan besarnya masih
bebas berkeliaran. Itu baru beberapa kasus yang mencuat kepermukaan sedangkan
kasus korupsi di daerah berdasarkan data Kemendagri,
sepanjang 2004 hingga 2012, ada 2.976 anggota DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat
II yang terlibat kasus kriminal.
Rasullulah
bersabda “Siapa
yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari
raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari kiamat. Allah
mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan
banyak membagi-bagikan hadiah. Barang siapa yang memelihara anak yatim dan
melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.”
Pertanyaanya
sekarang adalah “Apakah pemerintah sudah serius dalam menangani dan memelihara
anak yang terlantar dan fakir miskin tersebut?, tentu jawabanya “ masih belum”
walaupun secara grafik penurunan angka kemiskinan terjadi pada tahun 2011
dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sumbar
persentase kemiskinan antara penduduk perkotaan dan pedesaan tidak banyak
berubah, penduduk miskin didaerah perkotaan pada maret 2011 sebesar 9.23 persen
menurun sedikit menjadi 9.09 persen pada september 2011. Penduduk miskin
didaerah pedesaan pada Maret 2011 sebanyak 15.72 persen, dan menurun 15.59
persen pada September 2011.
Sudah
seyogyanya pemerintah harus lebih serius untuk menangani masalah tersebut,
termasuk membina dan mendidik anak jalanan karena bagaimanapun mereka adalah
generasi penerus bangsa. Dan, setiap
bangsa secara simbolik selalu melukiskan bahwa generasi penerus adalah harapan
bangsa, motor perjuangan atau kader pemimpin masa depan, sebagaimana yang
pernah dikobarkan oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno ; “Berikan aku
seribu anak muda maka aku akan memindahkan gunung, tapi berikan aku sepuluh
pemuda yang cinta akan tanah air maka akan kuguncang dunia”.
By
Sasmirido Doni
Tags:
ARTICLES
0 komentar